Senin, 25 November 2013

ETIKA UTILITARIANISME DALAM BISNIS




ETIKA UTILITARIANISME Adalah suatu kebijaksanaan atau tindakan itu baik dan tepat secara moral jika dan hanya jika kebijaksanaan atau tindakan tersebut mendatangkan manfaat atau keuntungan untuk orang banyak. Etika ini memiliki 3 kriteria antara lain manfaat, manfaat terbesar, dan bagi sebanyak mungkin orang.


1. Kriteria dan Prinsip Utilitarianisme.
          Ada tiga kriteria objektif dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai  kebijaksanaan atau tindakan.

a.Manfaat : bahwa kebijkaan atau tindakan tertentu dapat mandatangkan manfaat  atau       kegunaan tertentu.
b.Manfaat terbesar : sama halnya seperti yang di atas, mendatangkan manfaat yang lebih besar dalam situasi yang lebih besar. Tujuannya meminimisasikankerugian sekecil mungkin.
   c.Pertanyaan mengenai menfaat : manfatnya untuk siapa? Saya, dia, mereka atau kita.
Kriteria yang sekaligus menjadi pegangan objektif etika Utilitarianisme adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Dengan kata lain, kebijakan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut Utilitarianisme adalah kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau tindakan yang memberika kerugian bagi sekecil orang / kelompok tertentu.

Atas dasar ketiga Kriteria tersebut, etika Utilitarianisme memiliki tiga pegangan yaitu :
1. Tindakan yang baik dan tepat secara moral
2. Tindakan yang bermanfaat besar
3. Manfaat yang paling besar untuk paling banyak orang.
Dari ketiga prinsip di atas dapat dirumuskan sebagai berikut : “bertindaklah sedemikian rupa, sehingga tindakan itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyakorangmungkin”.

   2. Nilai positif etika ultilitarinisme.
          Etika ultilitarinisme tidak memaksakn sesuatu yang asing pada kita. Etika ini justru mensistematisasikan dan memformulasikan secara jelas apa yang menurut penganutnya dilakukan oleh kita sehari–hari. Etika ini sesungguhnya mengambarkan apa yang sesungguhnya dilakukan oleh orang secara rasional dalam mengambil keputusan dalam hidup, khususnya dalam hal moral dn juga bisnis.
Nilai positif etika ultilitarinisme adalah:
          A. Rasionlitasnya. Prinsip moral yang diajukan oleh etika ultilitarinisme tidak                didasarakan pada aturan – aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami.
          B. Universalitas. Mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan              bagi banyak orang yang melakukan tindakan itu.
           Dasar pemikirannya adalah bahwa kepentingan orang sama bobotnya. Artinya          yang baik bagi saya, yang baik juga bagi orang lain.



Will Kymlicka, menegaskan bahwa etika ultilitarinisme mempunyai 2 daya tarik yaitu :
          A. Etika ultilitarinisme sejalan dengan instuisi moral semua manusia bahwa                    kesejahterahan manusi adalah yang paling pokok bagi etika dan moralitas.
          B. Etika ultilitarinisme sejalan dengan instuisi kita bahwa semua kaidah moral                        dan tujuan tindakan manusia harus dipertimbangkan, dinilai dn diuji                              berdsarkan akibatnya bagi kesejahterahan manusia.

          3. Etika ultilitarinisme sebagai proses dan standar penilaian.
          Etika ultilitarinisme juga dipakai sebagai standar penilaian bagi tindakan atau         kebijakan yang telah dilakukan. Keriteria – keriteria di atas dipakai sebagai        penilai untuk mengetahui apakah tindakan atau kebijakan itu baik atau tidk   untuk dijalankan. Yang paling pokok adalah tindakan atau kebijakan yng telah        terjadi berdasarkan akibat dan konsekuensinya yaitu sejauh mana ia        menghasilkan hasil terbaik bagi banyak orang.
Sebagai penilaian atas tindakan atau kebijakasanaan yang sudah terjadi, criteria etika ultilitarinisme dapat juga sekligus berfungsi sebagai sasaran atau tujuan ketika kebijaksanaan atau program tertentu yng telah dijalankan itu akan direvisi.

          4. Analisis keuntungan dan kerugian.
          Etika ultilitarinisme sangat cocok dipakai untuk membuat perencanaan dan     evaluasi bagi tindakan atau kebijakan yang berkaitan dengan orang banyak.     Dipakai secara sadar atau tidaak sadar dalam bidang ekonomi, social, politik     yang menyangkut kepentinagan orang banyak.

Perusahaan yang menerapkan Utilitarianisme

PT. Djarum
Sejak 1984, dikenal program Djarum Bakti Pendidikan. Program ini mrupakan wujud kepedulian Djarum untuk memberikan beasiswa kepada para mahasiswa Strata 1 (S1) yang berprestasi tinggi dari berbagai institute maupun perguruan tinggi di Indonesia. Baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta. Beberapa tahun belakangan, istilah Djarum Bakti Pendidikan telah berubah menjadi Djarum Beasiswa Plus atau lebih akrab dikenal dengan sebutan Beasiswa Djarum. Konsistensi pergantian nama ini dilakukan oleh CSR PT Djarum dibidang pendidikan yang memang akan selalu focus dan identik dengan pemberian beasiswa bagi siswa-siswi terbaik bangsa. Calon penerima Beasiswa Djarum bukan hanya akan melewati seleksi yang ketat. Mereka harus mempunyai persyaratan, baik IQ maupun EQ yang konsisten.
PT. Djarum sebagai sebuah perusahaan besar di Indonesia ternyata peduli terhadap perkembangan generasi penerus bangsa, hal ini bisa kita lihat dari penawaran beasiswa yang diselenggarakannya. Beasiswa Djarum memberikan tunjangan biaya pendidikan dan hidup sebesar Rp. 750 ribu selama satu tahun. Selain itu, para penerima beasiswa diberikan berbagai pelatihan dan keterampilan sebagai bekal hidupnya di masa depan.
Pembekalan dan pelatihan keterampilan yang diberikan Beasiswa Djarum antara lain :
1. Nation Building
2. Characters Building
3. Leadership Development
4. Competition Challenges
5. Community Empowerment
6. International Exposure
Itulah beberapa pelatihan yang diberikan. Bagaimana dan seperti apa pelatihan itu, berikut ini adalah penjelasannya :
Pelatihan 1 : Nation Building
Menguatkan wawasan kebangsaan Beswan Djarum tentang makna dan hakekat bangsa dan kebangsaan, melalui rangkaian acara talk show dan diskusi kebangsaan, cultural visit, serta pagelaran kesenian. Wawasan kebangsaan ini dibutuhkan Beswan Djarum sebagai bentuk kepercayaan diri dan rasa hormat diri sebagai bagian dari bangsa yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Pelatihan 2 : Characters Building
Setelah memiliki dasar kebangsaan, para Beswan Djarum kembali menerima pelatihan tentang bagaimana menjadi pemimpin Indonesia yang berkarakter dan penuh tanggung jawab. Di sinilah mereka berproses menjadi pribadi mandiri dengan dibekali 6 karakter dasar: keterpercayaan, tanggung jawab, hormat, kesetaraan, kepedulian dan kewargaan.
Pelatihan 3 : Leadership Development
Serangkaian pelatihan yang mengajak para Beswan Djarum sebagai pemimpin visioner, komunikatif, dan mampu memotivasi serta membawa pengikutnya menuju perubahan yang lebih baik.
Pelatihan 4 : Competition Challenges
Rangkaian kegiatan kompetisi bagi sesama Beswan Djarum, diantaranya:
• Debate Competition: Suatu ajang kompetisi untuk membentuk kemampuan para Beswan Djarum dalam menyampaikan dan mempertahankan pendapatnya berdasarkan fakta atau teori yang telah mereka pelajari.
• Writing Competition: Merupakan wahana pembelajaran bagi para Beswan Djarum untuk mengekspresikan kemampuan intelektual dirinya dalam tulisan ilmiah, sekaligus juga merangsang kepekaan terhadap berbagai fenomena sesuai integritas keilmuan masing-masing.
• Blog Competition: Memberikan kesempatan untuk Beswan Djarum dan alumni dalam menuangkan pemikirannya atas suatu bidang tertantu dalam tulisan di media blog.
Pelatihan 5 : Community Empowerment
Beswan Djarum di beberapa daerah belajar untuk terjun ke masyarakat dan melihat problem sosial yang dihadapi oleh komunitas di sekitarnya. Mereka akan memberikan solusi atas beberapa problem sosial yang dihadapi sehingga akan didapatkan kehidupan yang lebih baik bagi komunitas di sekitarnya.
Pelatihan 6 : International Exposure
Mendukung dan memfasilitasi para Beswan Djarum untuk terus berprestasi mengharumkan nama bangsa Indonesia melalui berbagai kegiatan kompetisi berskala internasional.
Sebuah kebanggan untuk ikut berperan menjunjung martabat negeri Melewati usia seperempat abad lebih program ini berjalan, sudah ada 7777 mahasiswa – mahasiswi dari 98 Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia telah menerima Djarum Beasiswa Plus. Djarum Foundation, melalui Program Djarum Beasiswa Plus, akan terus konsisten dan berusaha menjaga komitmen demi tercapainya masa depan yang penuh cita-cita luhur. Sebuah semangat yang tak akan pernah berhenti untuk terus melahirkan generasi berprestasi
Sumber : djarumbeasiswaplus.org dan anneahira.com/beasiswa-djarum.htm
                  
               http://www.scribd.com/doc/18575776/ETIKA-BISNIS



Selasa, 05 November 2013

KEJAHATAN KORPORASI DALAM KASUS LUMPUR LAPINDO

KEJAHATAN KORPORASI DALAM KASUS LUMPUR LAPINDO

Kejahatan korporasi “corporate crime” dapat diartikan sebagai suatu bentuk kerjasama (kelompok) yang sifatnya terstuktur dalam suatu tindak kejahatan (pidana). Masalah “kejahatan korporasi” (corporate crime) akhir-akhir ini menjadi pembicaraan yang hangat dan menarik dipermasalahkan, dalam kaitannya dengan upaya pemerintah untuk menaggulangi kejahatan ekonomi (economic crime). Kejahatan ekonomi merupakan kejahatan yang sering menimbulkan akibat serius karena dapat merusak struktur dan sistem ekonomi nasional bahkan mungkin dapat mempengaruhi ekonomi global. Indonesia sebagai negara berkembang dengan suasana melajunya proses pembangunan telah membuahkan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat, sementara pada sisi lain merasakan adanya tendensi jenis kriminalitas tertentu yaitu kejahatan ekonomi yang apabila dipandang dari segi kualitas menunjukkan adanya peningkatan. Secara kualitatif, dari waktu ke waktu mengalami perubahan dengan cepat, seirama dengan bergerak majunya proses pembangunan, terutama didalam kaitannya dengan pemanfaatan teknologi modern. Dikatakan demikian karena selain para pelaku kejahatan, umumnya tergolong skilled person yang mampu memanfaatkan teknologi modern juga didalam kegiatannya terhimpun didalam suatu organisasi yang rapi dan menjurus ke arah modus “kejahatan korporasi.” 

A.     Prolog
            Kejahatan yang terjadi pada kasus sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah suatu kejahatan yang tidak berhenti ketika pelaku berhasil di jebloskan ke dalam penjara atau memberikan ganti kerugian. Kejahatan ini akan menimbulkan dampak yang akumulatif dan cenderung melahirkan suatu bentuk kejahatan baru. Destructive logging/perusakan hutan adalah contoh konkret yang selanjutnya dapat melahirkan rentetan bencana berupa banjir, longsor, kekeringan, gagal panen, gagal tanam dan kebakaran hutan. Bahkan dampak dari destructive logging dapat menimbulkan hilangnya nyawa dan harta benda bagi mereka yang tertimpa bencana ikutan tersebut.
            Berikutnya ketidak sigapan negara dalam menanggulangi bencana akan melahirkan pelanggaran terhadap hak-hak penggungsi (akibat tersingkir dari tempat hidupnya) yang di nyatakan secara tegas dalam berbagai perjanjian atau kesepakatan internasional termasuk covenant on economic social and political right. Inilah yang WALHI sebutkan sebagai kejahatan yang dapat melahirkan akumulasi dampak dan kejahatan lainnya. Lingkup kejahatan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup sangatlah luas. Antara lain terdapat pada sektor kehutanan, perikanan dan kelautan, pertambangan mineral dan sumber-sumber energi fosil serta sumberdaya air. Dimana sector tersebut adalah sektor yang paling sering dikelola secara destructive. Melihat polanya maka dalam pandangan diatas, kejahatan ini bukanlah suatu peristiwa yang berdiri sendiri. Kesalahan dalam pengurusan yang telah berlangsung lama menjadi salah faktor utama pendorong terjadinya kejahatan tersebut termasuk regulasi yang mengaturnya. Belum lagi lemahnya penegakan hukum yang berimplikasi pada semakin tingginya tingkat kejahatan tersebut. Parahnya, (oknum) aparat penegak hukum juga menjadi bagian dari praktek/modus bagaimana kejahatan ini berlangsung dan dilakukan terus menerus.
            Kejahatan korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan oleh dan oleh karena itu dapat dibebankan pada suatu korporasi karena aktivitasaktivitas pegawai atau karyawannya (seperti penetapan harga, pembuangan limbah), sering juga disebut sebagai “kejahatan kerah putih”. Sally. A. Simpson yang mengutip pendapat John Braithwaite menyatakan kejahatan korporasi adalah “conduct of a corporation, or employees acting on behalf of a corporation, which is proscribed and punishable by law“ (melakukan suatu korporasi, atau karyawan yang bertindak atas nama sebuah perusahaan, yang dilarang dan dikenai sanksi hukum). Simpson menyatakan bahwa ada tiga ide pokok dari definisi Braithwaite mengenai kejahatan korporasi. Pertama, tindakan ilegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosioekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hokum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi. Kedua, baik korporasi (sebagai “subyek hukum perorangan “legal persons“) dan perwakilannya termasuk sebagai pelaku kejahatan (as illegal actors), dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung pada antara lain kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan. Ketiga, motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan bertujuan untuk keuntungan pribadi, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasional. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub-kultur organisasional.

B.     Kasus
            Banjir lumpur panas Lapindo di Sidoarjo adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang terjadi sejak tanggal 27 Mei 2006. Semburan lumpur panas telah mengakibatkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Lokasi semburan lumpur panas berada di Kecamatan Porong, di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 kilometer sebelah selatan Kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan di sebelah selatan. Lokasi semburan hanya berjarak 150-500 meter dari sumur BanjarPanji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas sebagai pelaksana teknis blok Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini, semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut.
            Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori yang berhubungan dengan asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kegiatan pengeboran. Kedua, semburan lumpur "kebetulan" terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui. Lokasi tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi.


C.     Analisis
            Korporasi yang saat ini sedang mendapat sorotan atas dugaan pelanggaran terhadap lingkungan yang sedang terjadi adalah Lapindo brantas Inc. yang terkait dengan luapan lumpur dan gas di Porong Sidoarjo Jawa Timur. Telah 200 hari sejak pertama kali lumpur itu menyembur dari sumur galian milik Lapindo Brantas Inc., salah satu dari berbagai anak perusahaan milik PT. Energi Mega Persada Tbk (EMP). Lapindo Brantas didirikan khusus untuk mengeksploitasi sumur-sumur yang ada di Blok Brantas, dalam hal ini, Lapindo Brantas/EMP ibaratnya hanya sebagai operator, sedangkan saham Blok Brantas tersebut dimiliki bersama oleh PT. Energi Mega Persada Tbk, PT. Medco Energi Tbk, dan Santoz LTD-Australia Perusahaan-perusahaan yang menguasai saham di Lapindo Brantas/EMP merupakan perusahaan yang juga memiliki berbagai kilang minyak dan gas yang tersebar seantero Nusantara.
            Perbuatan pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas di blok Brantas yang telah terjadi selama beberapa periode eksplotasi ini telah membuat Lapindo Brantas menjadi tersangka utama dalam dugaan adanya pelanggaran terhadap UUPLH sekaligus penerapan sanksi pidana terhadap sangkaan terjadinya kejahatan korporasi oleh Lapindo Brantas, sampai saat ini menyebab dari semburan lumpur tersebut masih diselidiki oleh pihak yang berwenang, namun korban serta lingkungan yang rusak terus bertambah besar dan luas jumlahnya, tanpa ada yang tahu kapan lumpur tersebut akan berhenti menenggelamkan Kec. Porong dan sekitarnya. Yang sangat jelas terlihat saat ini adalah Lapindo Brantas/EMP sebagai pemegang hak
            eksploitasi dan eksplorasi dari BP Migas telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan, dalam UUPLH No. 23 Tahun 1997 hal ini telah melanggar Pasal 41 hingga Pasal 45 undangundang tersebut. Namun tentunya dalam hal Lapindo, jika nantinya tidak dapat ditemukan bahwa penyebab menyemburnya lumpur yang telah mengakibatkan bencana ini merupakan kealpaan atau kesengajaan dalam kegiatan pengeboran sudah tentu Lapindo sebagai korporasi tidak dapat dijatuhi hukuman. Dan hal ini akan membuat masyarakat yang mencari keadilan akan terkoyak.
            Di Indonesia, salah satu peraturan yang mempidanakan kejahatan korporasi adalah Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Hal ini dapat dilihat dari isi pasal 46 yang mengadopsi doktrin vicarious liability. Meskipun tidak digariskan secara jelas seperti dalam KUHP Belanda, berdasarkan sistem hukum pidana di Indonesia pada saat ini terdapat 3 bentuk pertanggungjawaban pidana dalam kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu :
1.      Dibebankan pada korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Pasal 65 ayat 1 dan 2 UU No.38/2004 tentang Jalan.
2.      Dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin dalam melakukan tindak pindana, seperti yang diatur dalam pasal 20 ayat
3.      UU No.31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan UU No.31/2004 tentang Perikanan
4.      Kemudian kemungkinan berikutnya adalah dapat dibebankan baik kepada pengurus korporasi sebagai pemberi perintah atau pemimpin dan juga dibebankan kepada koorporasi, contohnya seperti dalam pasal 20 ayat 1 UU No.31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
            kejahatan korporasi adalah merupakan pelanggaran atau tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, yang tentunya berkaitan dengan hubungan keperdataan, artinya hubungan yang menimbulkan tindak pidana tersebut adalah perbuatan perdata. Melakukan pengeboran yang bertujuan sebagai kegiatan penambangan gas di Blok Brantas oleh Lapindo Brantas Inc., menurut pengertian kejahatan korporasi adalah merupakan perbuatan perdata, sedangkan hal yang berlanjut mengenai adanya kesalahan manusia atau human error dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain adalah merupakan perbuatan tindak pidana.
            Human error yang dilakukan oleh Lapindo Brantas adalah tidak dipasangnya pipa selubung dalam aktivitas pengeborannya sehingga mengakibatkan bencana itu terjadi. Pemasangan chasing (pipa selubung) yang tidak dilakukan lebih awal oleh Lapindo ini dapat dijadikan sebagai suatu kelalaian dari sebuah korporasi dengan tidak dilaksanakannya standar keselamatan sebelum pelaksanan pengeboran.
            Kejahatan korporasi yang dimaksud adalah kejahatan korporasi dibidang lingkungan hidup, yaitu tindakan pencemaran dan perusakan lingkungan dilakukan oleh sebuah korporasi bernama Lapindo Brantas Incorporated. Dampak yang diakibatkan adanya perbuatan oleh korporasi tersebut merugikan tidak hanya secara material, namun juga telah merugikan lingkungan hidup masyarakat Sidorajo. Hal seperti ini dapat dikatakan sebagai sebuah perbuatan tindak kejahatan. Dalam kasus Lapindo ditemukan beberapa pelanggaran hukum yang bisa dijerat dengan pasal-pasal dalam undang-undang antara lain hukum lingkungan hidup (UULH), hukum Pidana (KUHP) dan hukum Perdata (KUHPer).
            Sanksi dapat dijatuhkan kepada perorangan yaitu setiap orang yang memberi perintah maupun yang melaksanakan perintah, dalam kejadian ini, korporasi dapat juga dijadikan tersangka sesuai dalam Pasal 45 dan Pasal 46 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan didalam RUU KUHP Paragraf  7 tentang Korporasi yang dimulai dari pasal 44-49. Hingga saat ini tindakan nyata dari Lapindo  
            Brantas (Lapindo) sebagai pemegang izin eksplorasi dan eksplotasi pada Blok Brantas baru sebatas pemberian ganti rugi terhadap kerusakan fisik yang diderita warga sekitar daerah bencana. Sementara upaya menghentikan semburan lumpur dan upaya penanggulangan dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan sebagai akibat lain dari bencana tersebut belum ditangani secara benar dan sistematis.
definisi tentang perusakan lingkungan hidup yang terdapat dalam Pasal 1 angka 14 memuat unsure-unsur sebagai berikut :
1.      adanya tindakan, tindakan yang dilakukan adalah pengeboran migas oleh PT. Lapindo Brantas dalam rangka mengeksplorasi dan ekplotasi sumber migas di Blok Brantas tersebut.
2.      yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak terhadap perubahan fisik dan/ atau hayati lingkungan, semburan dan luberan lumpur yang masih terjadi saat ini memuat kandungan bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3) yang mengakibatkan perubahan langsung terhadap perubahan fisik lingkungan hidup di Kec. Porong dan sekitarnya yang belum ada kepastian sampai berapa lama lagi luberan lumpur ini akan berlanjut.
3.      yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan, melihat fakta luberan dan semburan lumpur yang semakin hari semakin meningkat sudah jelas tidak akan terjadi pembangunan di Kec. Porong Sidoarjo dan sekitarnya tersebut, daerah ini akan terisolasi dan tidak ada yang dapat memperkirakan akan sampai berapa lama, bahkan jalan tol antara Surabaya-Gempol yang melewati daerah semburan lumpur ini diperkirakan akan ditutup dan tidak dapat dilewati kendaraan tranportasi orang dan barang.
Menurut Fredrik J. Pinakunary dalam tulisannya di Harian Koran Kompas, penerapan sistem tanggung jawab pidana mutlak dapat langsung menempatkan Lapindo sebagai pelaku kejahatan korporasi lingkungan125. Berbeda dari sistem tanggung jawab pidana umum yang mengharuskan adanya unsur kesengajaan atau kealpaan dalam pembuktian sebuah perbuatan pidana, dalam sistem tanggung jawab pidana mutlak, hanya dibutuhkan pengetahuan dan perbuatan dari terdakwa, yang artinya adalah dalam melakukan perbuatan tersebut, terdakwa telah mengetahui atau menyadari potensi hasil dari perbuatannya dapat merugikan pihak lain, maka keadaan ini telah cukup untuk menuntut pertanggungjawaban pidana kepadanya. Hal ini tentu saja dapat dilakukan oleh hakim sebagai living interpretator yang dapat menangkap semangat keadilan yang hidup ditengahtengah masyarakat dan hakim juga dapat mematahkan kekakuan normative prosedural undang-undang karena seiring dengan perkembangan hukum dan beradabnya negara-negara di seluruh dunia, hakim tidak lagi sekedar hanya mulut atau corong undang-undang (la bouche de la loi).
D.     Epolog
            Penting untuk melakukan upaya rehabilitasi dari kerusakan lingkungan yang terjadi dan juga mengembalikan harkat dan martabat masyarakat korban luapan lumpur Lapindo Brantas Inc. sehingga kasus ini juga bisa dijadikan pembelajaran bagi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk melindungi warga Negara dan kepentingan ekonomi, social dan lingkungan hidupnya. Kasus lumpur panas di Kec. Porong Sidoarjo Jawa Timur ini harus diungkapkan dengan tuntas dan maksimal, dimana aparat penegak hokum harus melibatkan pihak-pihak terkait yang tidak saja mengerti akan norma-norma hukum Indonesia, tetapi juga penyelidikan seharusnya melibatkan penyidik sipil dari instansi tertentu yang menangani masalah lingkungan baik dari pemerintahan, pakar-pakar ahli bidang lingkungan maupun anggota-anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan. Pengusutan tidak saja dilakukan dijajaran karyawan PT. Lapindo Brantas saja, tapi harus juga diusut dari jajaran top managerial, karena kasus ini tidak lagi merupakan kasus lingkungan biasa yang akan selesai dengan hanya menerapkan sanksi berupa sanksi denda/administrasi.
1.      Analisis Dampak Dari Lumpur Lapindo (Yis Andispa)
            Perbuatan pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas di blok Brantas yang telah terjadi selama beberapa periode eksplotasi ini telah membuat Lapindo Brantas menjadi tersangka utama dalam dugaan adanya pelanggaran terhadap UUPLH sekaligus penerapan sanksi pidana terhadap sangkaan terjadinya kejahatan korporasi oleh Lapindo Brantas, sampai saat ini menyebab dari semburan lumpur tersebut masih diselidiki oleh pihak yang berwenang, namun korban serta lingkungan yang rusak terus bertambah besar dan luas jumlahnya, tanpa ada yang tahu kapan lumpur tersebut akan berhenti menenggelamkan Kec. Porong dan sekitarnya. Yang sangat jelas terlihat saat ini adalah Lapindo Brantas/EMP sebagai pemegang hak
            eksploitasi dan eksplorasi dari BP Migas telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan, dalam UUPLH No. 23 Tahun 1997 hal ini telah melanggar Pasal 41 hingga Pasal 45 undang-undang tersebut. Namun tentunya dalam hal Lapindo, jika nantinya tidak dapat ditemukan bahwa penyebab menyemburnya lumpur yang telah mengakibatkan bencana ini merupakan kealpaan atau kesengajaan dalam kegiatan pengeboran sudah tentu Lapindo sebagai korporasi tidak dapat dijatuhi hukuman. Dan hal ini akan membuat masyarakat yang mencari keadilan akan terkoyak.
            Hingga saat ini pertanggungjawaban atas kejadian luapan lumpur lapindo pun belum jelas, ganti rudi yang diberikan oleh pihak Lapindo Brantas terhadap masyarakat ternyata tidak memberikan suatu keadaan yang cukup, masih banyak masyarakat yang mengeluhkan tentang ganti rugi yang tidak sepadan dengan apa yang masyarakat miliki sebelumnya. Hal ini mengakibatkan banyaknya warga yang terlantar dan tidak mempunyai suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan.
            Hal yang sangat menjadi perhatian dalam kasus ini yaitu tentang pencemaran lingkungan dimana luapan lumpur lapindo telah menenggelamkan beberapa desa. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk menindak lanjuti permasalahan yang hingga saat ini belum terselesaikan. Seharusnya pemerintah bertindak tegas agar dampak lingkungan dari lumpur lapindo tidak meluas.

2.      Analisis Tentang Subjek/Pelaku Kejahatan Korporasi Dalam Lumpur Lapindo
            Subyek yang mengakibatkan Dampak dari Lumpur Lapindo, diakarenakan adanya Human error yang dilakukan oleh Lapindo Brantas, dimana tidak dipasangnya pipa selubung dalam aktivitas pengeborannya sehingga mengakibatkan bencana itu terjadi. Pemasangan chasing (pipa selubung) yang tidak dilakukan lebih awal oleh Lapindo ini dapat dijadikan sebagai suatu kelalaian dari sebuah korporasi dengan tidak dilaksanakannya standar keselamatan sebelum pelaksanan pengeboran. Bahwa Banjir lumpur panas Lapindo di Sidoarjo merupakan peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang terjadi sejak tanggal 27 Mei 2006. Semburan lumpur panas telah mengakibatkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.

3.      Kesimpulan Dampak Dari Lumpur Lapindo
  Bahwa pelanggaran kejahatan ekonomi yang di timbulkan oleh korporasi (Lumpu Lapindo) telah mencemarkan lingkungan di sekitarnya, terlebih lagi telah menenggelamkan beberapa desa di sekitar bencana tersebut.
  Bahwa semburan lumpur lapindo telah merugikan warga yang tempat tinggalnya terendam lumpur, dengan ganti rugi yang tidak menunjang kehidupan harus diperhatikan secara serius oleh pemerintah.
  Bahwa subjek/petinggi korporasi harus bertanggungjawab atas terjadinya luapan lumpur lapindo yang menenggelamkan rumah warga.
  Sebagai penegak hukum, seharusnya masalah seperti ini harus di tangani secara serius, karena permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan korporasi tersangka sangat sulit di tangkap/pun di kenal

sumber : http://yisandispa.blogspot.com/2011/10/analisis-kasus-tentang-kejahatan.html

Rabu, 16 Oktober 2013

pelanggaran etika bisnis yang terjadi pada era globalisasi

Tugas softskill pelanggaran etika bisnis yang terjadi pada era globalisasi
Etika Bisnis
            Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.studi ini berkonsentrasi pada standart moral sebagaimana telah diterapkan dalam kebijakan,institusi, dan perilaku bisnis.etika bisnis juga merupakan standart formal yang diterapkan kedalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada dalam organisasi.

globalisasi
Globalisasi adalah nama dari revolusi dunia yang hampir menyentuh seluruh sendi kehidupan manusia, bahkan menyentuh relung hati yang paling dalam. Dari sisi ekonomi, globalisasi ditandai dengan adanya kapatilisme pasar bebas. “Mahkluk “ inilah yang menjadi tulang punggung globalisasi. Prinsipnya, semakin kita membiarkan kekuatan pasar berkuasa dan semakin kita membuka perekonomian bagi perdagangan bebas dan kom-petisi, perekonomian anda akan semakin efisien dan berkembang pesat.


pelanggaran etika bisnis di era globalisasi ini merupakan hal yang wajar dan biasa saja. Besarnya  perusahaan dan pangsa pasar, tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran etika berbisnis sekalipun telah diawsai dengan ketatnya per-aturan. Banyak pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh para pembisnis yang tidak bertanggung jawab. Hal ini membuktikan terjadinya persaingan bisnis yang tidak sehat dengan tujuan untuk menguasai pangsa pasar dan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemajuan perusahaan tanpa memperdulikan etika berbisnis. Menghalalkan segala cara adalah salah satu cara untuk menguasai pangsa pasar dan mencari keuntungan yang besar.  Dengan demikian, untuk mewujudkan bisnis yang menguntungkan dan sehat,  maka etika dan norma bisnis harus dijalankan tanpa harus menghalalkan segla cara bahkan mengorbanak lawan bisnis.



Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. antara lain adalah :
1.      Pengendalian diri
2.      Pengembangan tanggung jawab social ( social responsibility)
3.      Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan infomasi dan teknologi
4.      Menciptakan persaingan yang sehat
5.      Mampu menyatakan yang benar itu benar
6.      Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
7.      Menghindari sifat 5K (kolusi, kongkalikong, katabelece, koneksi, komisi)
8.      Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
9.      Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10.  menumbuhkan sikap saling percaya antara pengusaha 1 dan golongan pengusaha lainnya
11.  perlu adanya sebagian etika bisnis yang di \tuangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undagan
Contoh Pelanggaran Etika Bisnis
1. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
            Sebuah perusahaan pengembang di Jombang membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang.



2. Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
            Sebuah perusahaan di Jakarta yaitu PT.ABC karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar
prinsip kepatuhan terhadap hukum.

3. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
            Seorang nasabah, sebut saja Mawar dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar angsuran motor sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah. Mawar sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari perusahaan. Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung mendatangi Mawar untuk menagih angsuran dan mengancam akan mengambil motor yang masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat mengakategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.

4.  Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
            Sebuah Yayasan ABC menyelenggarakan pendidikan setingkat SMP. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 750.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid. Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragam guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi.


Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam etika bisnis yaitu :

1.Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis biasanya pertanyaan-pertanyaan yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2.Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. permasalahan ini mencangkup pertanyaan tentang moralitas, aktivitas, praktik, dan struktur organisasional perusahaan individu sebagai keseluruhan.
3.Individu
Permasalahan individu dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan, dan karakteristik individu.

Pelanggaran yang Terjadi Dalam Dunia Bisnis

Suatu kenyataan skarang ini yang kita hadapi dalam masyarakat adalah tentang prilaku menyimpang dari ajaran agama, moral, dan merosotnya etika bisnis. Tumbuh gejala kurangnya rasa solidaritas, tanggungjawab sosial, tingkat kejujuran, saling curiga, dan sulit percaya kepada seorang pengusaha jika berhubungan untuk pertama kali. Kepercayaan baru terbentuk jika sudah terjadi transaksi beberapa kali. Namun ada saja yang mencari peluang untuk menipu, setelah terjadi hubungan dagang yang mulus dan lancar beberapa kali, dan pembayaran lancar kalau sudah saling percaya. Tapi akhirnya yang astu menipu yang lainnya, memanfaatkan kepercayaan yang baru terbentuk.
 Gejala persaingan yang tidak sehat, menggunakan cek mundur dan cek kosong, utang menunggak tidak dibayar, penyogokan, saling mematikan di antara pesaing dengan cara membuat isu negatif terhadap lawan, dan komersialisasi birokrasi tampaknya merupakan hal biasa. Hal yang kurang etis sering pula dilakukan dalam hal memotong relasi saingan. Apabila seseorang mempunyai langganan setia, kemudian oleh lawannya disaingi dengan menawarkan barang dengan harga yang lebih murah, malah kadang-kadang harga rugi. Ini akan berakibat mematikan saingan dan merugikan diri sendiri dan sama sekali tidak etis.

Berbisnis Dengan Etika Bisnis

Pelaksanaan etika bisnis di masyarakat sangat didambakan oleh semua orang. Namun banyak pula orang yang tidak ingin melaksanakan etika ini secara murni. Mereka masih berusaha melanggar perjanjian, manipulasi dalam segala tindakan. Meraka kurang memahami etika bisnis, atau mungkin saja mereka paham, tetapi memang tidak mau melaksnakan. Etika bisnis sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis, karena hal ini akan mendukung terjadinya persaingan secara sehat di antara para pengusaha. Begitu pen-tingnya etika bisnis maka ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis, yaitu sebagai berikut:

Etika bisnis sebagai etika profesi membahas sebagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Sasaran ini lebih ditujukan kepada para manajer dan pelaku bisnis, dan sering lebih berbicara mengenai bagaimana perilaku bisnis itu yang baik dan etis, maka dalam lingkupnya yang pertama ini sering kali etika bisnis disebut etika manajemen.

Untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak bolaeh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga. Pada sasaran ini, etika bisnis bisa menjadi subversif. Subversif karena ia menggugah, mendorong, dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk tidak dibodoh-bodohi, dirugikan, dan diperlakukan secara tidak adil dan tidak etis oleh praktek bisnis pihak manapun.

Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Lingkup yang ketiga ini, etika bisnis lebih menekankan kerangka legal-politis bagi praktek bisnis yang baik, yaitu pentingnya hukum dan aturan bisnis serta peran pemerintah yang efektif menjamin keberlakuan aturan bisnis tersebut secara konsekuen tanpa pandang bulu.
Ketiga lingkup dan sasaran etika bisnis ini berkaitan erat satu dengan yang lainnya, dan bersama-sama menetukan baik tidaknya, etis tidaknya, praktek bisnis. Dengan demikian, praktek bisnis diharapkan lebih mementingkan etika dan moral tidak hanya merugikan satu pihak tapi dapat menciptakan bisnis yang beretika, sehingga satu sama lain saling diuntungkan.

Sumber : http://cecepmulyana1986.blogspot.com/2012/12/etika-bisnis.html